Puisi: Bangkit - Adriani Miming

Puisi: Bangkit - Adriani Miming


Di dalam kamar yang sunyi, tiap suara terlontar sebagai doa yang tak terucap. Ruang ini adalah pelukan bagi segala bisikan yang menghuni pikiran. Di antara dinding-dinding yang bisu, ia membuka hatinya dan merentangkan kisah hidupnya. Cermin menjadi jendela utama bagi kehampaan yang ia rasakan, mencerminkan bayang-bayang jiwa yang terabaikan.

"Dikau tak perlu menghakimi dengan begitu keras," desahnya.

Cermin menjawab, "Aku hanya mencerminkan apa yang telah kau tunjukkan padaku."

"Mengapa kini kau berceramah? Bukankah kau juga bisu seperti aku?" tanyanya.

"Aku bukan bermaksud menggurui, hanya ingin mengungkap bisikan yang terpendam di lubuk hatimu," jawab cermin dengan tegas.

"Dalam keheningan ini, bisakah kau melihat apa yang selama ini terabaikan? Bisakah kau sekadar mengakui keberadaan-Nya?" seru cermin dengan penuh tajam.

Dengan langkah tergesa, pandangannya terarah pada salib yang diliputi debu, menyiratkan rasa asing terhadap sentuhan yang penuh makna. "Maafkan aku, lensa jiwaku terlalu sempit untuk melihat keindahan yang kau tawarkan," bisiknya dalam keheningan. "Maafkan aku, telah sibuk dengan pertempuran dunia, tanpa menyadari pertempuran sejati yang kuadu," serunya, langsam.

Seketika lonceng gereja berdentang, menyusuri lorong-lorong hatinya yang sunyi.

Kamar yang sebelumnya senyap, kini bergema dengan seruan sukacita, memanggilnya untuk merayakan kebangkitan yang telah ditawarkan. "Pergilah! Sambutlah sukacita kehidupan baru yang telah terbit. Biarkanlah serpihan hatimu yang pecah bersatu, agar kau dapat bangkit kembali," teriak mereka, membawa nyanyian sukacita ke seluruh sudut ruangan.

 

Oleh: Adriani Miming

Puisi: Bangkit - Adriani Miming




Next Post Previous Post

mungkin anda suka

sr7themes.eu.org