Puisi: Gundik Kota - Arnolda Elan
Hari-hari seperti malam yang Panjang
Dingin datang membawa pesan
Duka-duka yang terselubung mesra
Memikul hak-hak untuk berdiri dan terbang
Sarayu malam membius suara nirmala malang
Di tepi harap yang minim
Adorasinya hampir sirna
Kemegahan kota suci di balik paha putihnya yang mulus
Daksa yang dipaksa kuat
Kembali disetubuhi beban luka
Kota ini menjadi saksi gemuruhnya luka
Tubuh-tubuh yang lebam
Mata-mata yang sayu
Suara parau dan tangan yang terulur
Gundik kota ini sangat terluka
Terlalu baik merawat luka pada tubuhnya
Paras dahayu tutur kata penuh iba
Tuan tanah melepas alat kontrasepsinya
Menjilat nikmat kesenangan
Menanggalkan luka untuk tubuh yang lemah itu
Bekas tamparan masih mencetak perih
Bekas injakan sepatu kulit pada tubuhnya masih tercetak jelas
Ludah yang mendarat mesra di atas perutnya masih basah
Gigitan kecil kemerah-merahan masih memar dan lebam
Separuh bulan purnama menerangi rindunya yang gelap
Insani kota terlelap
Gundik kota perlahan bangun
Lekuk tubuh yang penuh caci maki
Darah segar masih menyebarkan bau anyir
Tanah diam-diam melumat tumit kakinya
Menutup mata dan menangis
Persembahan untuk kota kecil ini belum selesai
Tuan itu akan kembali
Menanak hangat dan menyemburkan luka
Tanah diam-diam mencium punggung sang gundik yang terlentang kaku
Lahan pertempuran tuan kembali subur
#SyairPendosa